Selasa, 28 Mei 2013

Mei 2006 v.s. Mei 2013

Hari Ahad di akhir Mei 2006 kembali aku ke Jakarta naik bus Nusantara Jurusan Kudus  - Lebak Bulus dari Terminal Kudus dengan tujuan kembali untuk bekerja. Masih ingat dalam benakku aku saat itu mengenakan kostum celana panjang hitam, baju kurung warna pink fanta motif kotak-kotak dengan garis warna hitam, jilbab hitam, jaket jeans hitam, sepatu hitam,  tas elizabeth warna hitam, tanpa make up. Dengan rasa percaya diri, aku duduk sesuai nomor yang ditunjukkan adik laki-lakiku yang mengantarku dengan motor hingga Terminal Kudus, kemudian mengantarku sampai di dalam bus.

Tak disangka, adikku yang kuliah di UMK mengenal seorang Bapak yang berada di bus itu,  mereka bersalaman sebentar, kemudian adikku pamit pulang, dan dibiarkan aku di dalam bus menunggu penumpang penuh dan bus akan segera diberangkatkan.

Di dalam bus itu, duduk di sebelahku seorang Bapak dari UMK yang menyatakan dirinya akan berkunjung ke DIKTI Depdikbud Pusat di Jalan Sudirman Jakarta. Di sela-sela kami sedang berkomunikasi, aku melihat ada yang naik ke dalam bus dan kemudian mencari tempat duduk. Bapak itu masih asyik bercerita, tiba-tiba, orang yang baru masuk bus dan sudah duduk di tempatnya menanyakan kepada kami mengenai nomor tempat duduk, dan menurut dia, posisi tempat duduk kami salah. Oleh karena itu, kami segera perbaiki posisi tempat duduk yang seharusnya dan akhirnya posisi dudukku yang seharusnya bersebelahan dengan orang baru masuk itu.

Alhamdulillah, akhirnya aku pindah dan bisa istirahat tanpa diganggu dengan pertanyaan Bapak di sebelahku tadi yang tak kuketahui siapa namanya.

Harapanku kali ini ternyata kandas, orang yang duduk di sebelahku itu mulai ajak bicara, yach, nasib.... 

Banyak sekali yang ia bicarakan dengan agak berat hati aku menjawab pertanyaannya. Yang biasanya dari Kudus hingga tempat makan sebelum masuk alas roban, aku tidur, kali ini aku tak bisa tidur demi menghargai ocehannya. Karena ia mendapatkan informasi tentang siapa aku, aku akhirnya balik bertanya tentang dia. 

Ia mengatakan bahwa ia bekerja di Depdikbud - Pustekkom, Ciputat. Aku baru dengar nama itu, hadeuh, ternyata aku banyak tak tahu ya tentang kantor pemerintahan yang satu ini, yang ia ceritakan tentang pekerjaannya. Sebelumnya ia pernah kerja di Udinus dan di Bali. Aku bisa pahami, apa yang ia ceritakan itu sepertinya tidak bohong.

Ia bercerita bahwa ia ikut mendaftar ujian CPNS dan ternyata lulus tanpa dipungut biaya apa pun seperti yang sering dibicarakan masyarakat pada umumnya. Karena lulus, ia berangkat ke Jakarta dan berpamitan dengan Ibunya mau cari kerja. Saat berpamitan itu, Ibunya tak mengetahui bahwa anaknya sudah mendapat pekerjaan. Tak lama setelah itu, ada kiriman surat ke rumahnya, setelah ibunya membca surat itu, barulah ibunya mengetahui bahwa anaknya diterima sebagai PNS di Jakarta. Ibunya tak menyangka anaknya yang nakal itu akhirnya menjadi PNS. Cerita yang menarik, tetapi mengapa ia cerita padaku ya? Entahlah, mungkin ia hanya ingin cerita saja.

Kemudian ia bertanya tentang riwayat pendidikanku, aku jawab jujur, dan ia pun menjawab dengan bahwa ia lulusan UDINUS Semarang dan dulu dari SMA 2 Kudus (sekarang SMA 1 Bae Kudus), SMP 1 Jekulo Kudus.

Tak disangka, ia melontarkan pertanyaan yang tak disukai wanita, ia bertanya aku lahir tahun berapa, aku tak langsung menjawabnya, aku ingin ia menebaknya, tebakannya meleset, aku beri jawaban yang sebenarnya. Aku balik tanya ia lahir tahun berapa?  Ia memberi jawaban, "78", sepertinya ia asal jawab, entah benar atau tidak, urusan dia lah.

Ia cerita tentang fisiknya yang sekarang tambah gemuk dibanding dulu, aku hanya menanggapi ohhh.

Pernyataanku di dalam hati, emang sich, ketika kulihat perawakannya, perutnya sedikit buncit, perawakan orang yang sudah menikah... biasanya klo cowok dah nikah, berat badannya cenderung naik... teori pengamatanku selama ini aja se..meski ga mutlak seperti itu..hihihi... aku hanya senyum kecil di dalam hati.

Selanjutnya pertanyaan yang bisa ditebak, ia menanyakan statusku sudah menikah atau belum, dan aku menjawab sejujurnya, namun ketika aku tanya balik ke dia, ia mengaku, belum juga.  Aku diam dan tak menanggapi jawabannya, tapi melihat mimiknya dan matanya yang ketika bilang seperti itu tak berani melihatku tetapi melihat ke arah lain (hihihi, aku kok ga percaya ya.. sepertinya ia bohong...tapi aku kan ga punya bukti jika ia telah menikah... yang pasti laki-laki seumuran ia kala itu, normalnya sudah menikah...)

Ia kemudian menanyakan aku anak nomor berapa, aku balik tanya ia anak nomor berapa. Ia pun menjawab, "dua". 
"Berarti punya Kakak, kakak laki-laki atau perempuan?"
Ia mengatakan, "Perempuan". 
"Sudah menikah?" 
Ia mengatakan, "sudah". 
"Di mana tinggalnya?
"Di Kudus". 
Hmm, sepertinya ia asal jawab, benar atu tidak, entahlah.

"Eh, dari tadi ngobrol, aku ga tau siapa namamu, kenalkan, aku Andi", kata orang itu sambil mengulurkan tangannya.

Aku merapatkan kedua telapak tanganku dan tidak menjabat uluran tangannya, kemudian menyebutkan nama kecilku. dan ia pun kemudian menarik tangannya dan merapatkan kedua telapak tangannya sepertiku, tanpa bersentuhan.

Pada akhirnya, ia berhasil mendapatkan informasi mengenai namaku dan nomor HandPhone-ku. 

Tak lama kemudian bus berhenti di tempat makan, ia mengajakku turun untuk makan malam, dan aku mengatakan padanya bahwa ia sebaiknya lebih dulu turun, nanti aku menyusul.

Aku akhirnya turun dari bus untuk pergi ke toilet, setelah itu aku kembali ke bus. (Maaf, tak penuhi ajakan ia, aku tak terbiasa dengan orang asing dan aku tak ingin makan malam).

Tak lama aku dapat SMS dari orang yang namanya, Andi, yang isinya menanyakan mengapa aku tak turun dari bus dan aku menjawab bahwa aku turun ke toilet dan sudah kembali ke bus.

Ketika ia duduk kembali ke dalam bus saat bus akan segera diberangkatkan kembali, ia pun protes menyatakan bahwa ia sudah nunggu lama  tetapi aku tak datang juga. Aku meminta maaf karena memutuskan tak datang dan aku sudah makan malam. Akhirnya ia pun mengerti, meskipun ia jadi tak punya teman bicara ketika makan malam.

"Eh, besok aku ada dinas ke Pekalongan, naik bus juga hari senin malam, ikut yuks," ajaknya.

"Engga, makasih." jawabku.

"Ikutlah, nemenin aku, biar aku ada teman ngobrol, kita ngobrol sampai pagi" rajuknya.

Aku tersenyum kemudian menggelengkan kepala dan menjawab, "Tidak, aku banyak kerjaan".

"Yach, besok sepi dech jadinya." selorohnya.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar