Semakin hari,
bumi semakin panas saja. Keadaan ini sangat mempengaruhi keadaan di sekeliling
kita. Suhu yang tinggi atau panas turut mempengaruhi emosi. Mengapa bisa
demikian?
Emosi dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti luapan perasaan yang berkembang dan surut
dalam waktu singkat. Emosi memiliki berwujudan sesaat.
Dalam istilah Islam,
emosi dapat dikategorikan dengan akhlak. Orang yang baik adalah bila reaksi
sesaatnya juga baik. Misalnya, ketika ada seseorang yang terantuk batu lalu
mengatakan, “huh, sialan. Dasar batu nggak punya mata!” Menurut pembaca,
kira-kira emosi apa yang dirasakan orang tadi? Marah. Ya, marah. Kesal pada
batu. Coba bandingkan dengan ketika reaksinya dengan mengatakan,
“Astaghfirullah….!”
Menurut pembaca, emosi apa yang dirasakan orang tadi?
Merasa bersalah karena kurang berhati-hati.
Jika Allah
memberi mata pada batu, kira-kira apa yang akan terjadi? Janganlah selalu
menyalahkan orang lain. Lihatlah pada diri sendiri. Sudahkah kita begitu
sempurna? Sudahkah tidak pernah ada kesalahan yang kita lakukan? Tidak. Tak ada manusia yang sempurna. Mengapa
harus selalu telunjuk menunjuk orang lain? Bukankah ketika satu telunjuk
menunjuk orang lain, empat jari yang lain menunjuk diri sendiri?
Kembali
pada akhlak dan emosi. Milikilah akhlak yang baik. Kelolalah emosi yang kita
miliki. Tak ada untungnya mengumbar emosi. Tak ada untungnya hanya mengejar
kesenangan sesaat. Pun tak ada ruginya menyenangkan orang lain. Kebaikan
memiliki perilaku seperti bumerang. Ketika dilempar, ia akan kembali ke tempat
semula, yakni pelempar. Kebaikan pun demikian. Sekali kita melakukan kebaikan,
akibatnya mungkin tidak secara langsung, tetapi suatu hari nanti pasti akan
kembali.
Jadi,
mengapa masih saja harus mengedepankan emosi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar